Wednesday, May 8, 2013

Fear The Promise part two


Pertemuan yang akan mengubah segalanya.

PART TWO : The Brief Encounter
Florence, Italy. 1476
Day Two


Sudah kuputuskan untuk segera mencari informasi lain, tentunya berada di tempat yang berbeda. Kuucapkan salam sebagai tanda perpisahan kepada pelayan itu setelah dia bercerita panjang lebar tentang Andrea, adikku. Meskipun aku ingin tau lebih lanjut dengan ceritanya, tapi aku bukanlah seorang tukang introgasi, aku takut namaku tercemar karena itu. Ya... meskipun aku sudah cukup akrab denganya, tapi bukankah mencari informasi hanya dari sumber yang sama adalah hal yang kurang baik. Mau tidak mau harus ada seseorang lagi di kota ini yang ingin berbagi cerita denganku. Tapi aku sempat tertawa dalam benak, mau bertanya pada siapa ? Kota inipun sangat aneh, sangat tidak aku kenal. Bahkan bau debu di jalanan sangat asing. Aku pikir cukup setelah aku bertemu adikku, aku akan segera pergi dari sini.


Kutemukan sebuah plaza, tapi bukan seperti plaza, mungkin lebih tepat jika di panggil sebuah alun-alun kota. Tempatnya luas dan berbentuk persegi. Pada pinggiranya terdapat beberapa stan untuk para pedagang-pedagang furniture serta kain-kain mahal, karpet, makananpun ada. Terlihat juga beberapa bangku untuk duduk disekitar sini. Banyak orang berkumpul ditempat ini. Selintas kudapati melihat beberapa orang membelah roti-roti bekas mereka, untuk diberikan kepada burung-burung merpati Firenze. Beberapa orang lainya menikmati alunan musik seorang musisi jalanan. Sejenak terlihat damai disana, apa salahnya untuk duduk sebentar dan mengamati serta menikmati keadaan sekitar? Dan  mencoba meniru perilaku masyarakat Firenze sepertinya menyenangkan.

Setelah beberapa saat aku duduk di sebuah bangku, ada seorang laki-laki dengan baju rapi terlihat mendatangiku, dan aku berpikir dia datang untuk duduk dibangku yang sedang ku duduki ini. Otomatis aku menggeser badanku untuk memberikan tempat duduk yang lebih luas baginya. Beberapa saat terdiam, orang ini memulai pembicaraan terlebih dahulu.

"Buon' giorno ... Hari yang indah, bukan begitu temanku?" kata orang itu.
"Selamat pagi juga tuan ..." Sejenak terputus kalimatku, karena aku masih agak merasa canggung dengan orang asing. Ya...meskipun akhirnya akan akrab. Tapi kecanggunganku ini tidak boleh berlangsung lama, jadi langsung kulanjutkan percakapan yang putus ini. " Sedang jalan-jalan pagi, Tuan?" 
"Tentu saja, tidak akan ada manusia yang ingin melewati damai pagi di Firenze. Permisi tuan, caffè?" Orang ini menawarkan segelas kopi yang tidak aku perhatikan saat aku melihatnya berjalan menuju tempat duduk ini tadi. 
"Oh? Terimakasih banyak tuan." Aku langsung mencicipi kopi pahit ini. Membakar ujung bibirku karena kebodohanku sendiri. Panas, sekali. Tapi degup jantungku menjadi semakin kencang, fungsi kerja kopi ini sangat cepat. Ini tentu kopi mahal. 
"Langsung merasakan efeknya, Tuan? Haha, itu adalah kopi terkenal disini.. Tidak ada seorang priapun melewatkan segelas kopi pada pagi hari di Firenze. Dan kau telah melewatinya, Tuan. Katakanlah, apakah kau orang luar?" Kata-kata yang dia ucapkan seperti seorang bangsawan, bernada rendah namun tegas, punya wibawa. Dari pakaianya terlihat dia seorang seniman.
"Tebakanmu tidak meleset sama sekali tuan, iya memang benar saya berasal dari luar. Saya datang dari sebelah tenggara Italia, Rep.Genoa."  "Jadi kau seorang pengelana?" tanya orang ini. "Iya, mungkin bisa di katakan begitu tuan. Tapi sebenarnya saya hanya mencari seseorang di kota ini." Aku jawab dengan jawaban dengan nada datar, namun orang ini malah tertawa. "Hahahaha ...!! Kau tau peribahasa mencari jarum pada tumpukan jerami? Selamat datang di dalamnya, amico!"    
 Jujur saja aku merasa tersinggung dengan perkataan orang ini, tapi perkataanya membuat ironi dalam benak, dia benar. Bingung dengan perkataan apa yang seharusnya aku balas, tapi aku hanya meminta maaf, permintaan maaf tanda malu, malu yang sangat dalam.
"Jangan meminta maaf teman, anggap saja itu sebuah nasihat. Kau perlu cara untuk itu. Bukan dengan melawanya secara langsung, ikuti alur kehidupan yang sedang terjadi, melalui itu pilihlah jalan yang terbaik. Karena jika kau melawanya, kau tidak akan bertahan lama. Kau perlu belajar dari beberapa fenomena alam, anak muda. Hmm ... mungkin dari aliran air pada sungai kau akan belajar. Alam adalah buku yang tak berhingga." Dia berhenti untuk menengguk kopinya. Lalu orang ini mungkin merasa kepanasan seperti aku tadi karena ia terlihat kaget dan mengipas-ngipas mulutnya, dan berkata kata "panas" dalam bahasa Italia beberapa kali, jujur saja itu menggelikan dan aku hampir ketawa. Meskipun orang ini adalah asli kota ini tapi tetap saja tidak terbiasa dengan panasnya kopi itu. Namun setelah itu, dia berkata beberapa hal yang sedemikian brilliant :
"Listen to this, young man. In rivers, the water that you touch is the last of what has passed and the first of that which comes; so with present time. Don't waste your time."
-Dengarkan ini, anak muda. Di sungai, air yang kau sentuh adalah yang terakhir dari yang telah terlewati, dan yang pertama dari yang datang, sama dengan waktu,. Jangan kau sia-siakan waktumu-
 Setelah memberikan perkataan itu, dia berdiri dan membungkukkan badanya terhadapku. Aku rasa itu adalah sebuah rasa penghormatan, tapi untuk apa? Masih belum jelas. Tanpa kata dia agak berjalan menjauh dan dia berkata sesuatu.
"Perkenalkan, Leonardo. Leonardo Da Vinci
Dia berjalan mundur dan mundur hingga hilang dalam kerumunan ramainya masyarakat Firenze. Memahami kata-katanya sangat mengenai situasiku yang sekarang, aku harus tetap melanjutkan pencarian ini. Karena waktu, akan mengalir.
Dan pertemuan singkat ini adalah pertemuan yang paling hebat dan singkat, yang pernah kualami. Karena cukup dengan satu kalimatnya, seakan-akan menyalakan lagi tujuan awalku.

Grazie, Leonardo.


-To be continued-

*nb : Dalam era ini seorang Leonardo Da Vinci belumlah dikenal sebagai orang yang terkenal, beliau hanya di kenal sebagai  seorang seniman dan arsitek. 




1 comment: