Thursday, May 2, 2013

Fear the Promise part one

Tugas adalah tugas. Selesaikan dan tuntaskan

PART ONE : The Quest
Florence, Italy. 1476
Day one





Obor berpendar memecik tinggi di masing-masing bekas menara pengawas kerajaan setempat, terlihat dari pelabuhan tempat awal aku berdiri di tempat yang menurutku masih asing. Bukan hal yang jarang di temui jika kau sekarang berada disini. Mencakar langit di menara Palazzo Vecchio, sedikit lampion yang nyala pada pagi hari ini, mungkin ada sesuatu yang terlewatkan sehingga mereka lupa menyalakanya. Mungkin penduduk di tempat ini suka dengan kehidupan yang sedemikian rupa. Kalau bisa aku gambarkan ini seperti kota besar yang mati. Tapi ini bukanlah sebuah cerita tentang sebuah kota hantu, ataupun castil menyeramkan, kamu akan mengerti dan akan berpikir, kau akan takut terhadap sebuah janji.

Ayahku seorang petani, dari Siena aku di perintah untuk menemui saudaraku, katanya untuk sebuah pekerjaan. Beliau yakin aku mungkin bisa menjadi seorang penting disini, mungkin seorang Don, siapa sangka. Pertama kali aku mendaratkan kaki di dermaga aku di sambut oleh seorang perempuan, tengik bau mulutnya, tak salah lagi itu bau bawang putih.
"Hai.. orang baru?"
"Begitulah," aku ingin menanyai tentang banyak hal tapi wanita ini membuatku takut. Tidak semestinya seorang laki-laki mengalami hal ini, tapi percayalah kau pasti akan takut dengan orang ini. Aku melihat kantong uangku, dan meyakinkan diri untuk tetap bisa menjaga titipan dari ayahku ini. 
"Jangan terburu-buru, apakah kau mencari seseorang ? Aku kenal tiap orang dikota ini, bahkan aku kenal hingga tikus-tikus jalanan disini," kata wanita itu dengan sedikit terhuyung-huyung, aku rasa dia mabuk.
"Sebenarnya aku mencari seseorang bernama Andrea. Andrea Federico, apa kau mengenalnya ?" 
"Oh! si Pria beruntung itu? Tentu aku mengenalnya, siapa yang tidak? Kalau kau ingin menemuinya segeralah menuju bar terdekat, kau akan terkejut, anak muda." 
Dengan memberikan senyuman dan ucapan terimakasih aku berpaling dari wanita ini, mungkin aku salah menilai seseorang hanya dengan melihatnya, namun aku menilai wanita ini dari bau nafasnya. Penilaian model baru mungkin. Optimis untuk hal ini, cara jalanku berubah dengan sedikit lebih cepat dan lebih lebar dalam melangkah. Tapi perkataanya yang mengatakan adikku adalah sebuah pria yang beruntung membuatku bingung. Memang masih belum jelas apa artinya, sudah ada 100 spekulasi di dalam benakku apa yang telah adikku lakukan.


Tak jauh dari tempat awal, aku temukan sebuah bar kecil dengan warna cat yang hangat, mungkin orang disini suka dengan minum-minum, sosialisasi dan bisnis, terlihat dari desain kota yang memiliki banyak alun-alun dengan beberapa plaza, terlihat terdapat beberapa meja dari sisa pasar kemarin, mungkin. Aku tak pernah masuk tempat seperti ini sebelunya, aku orang yang baik dan selama hidupku hampir tidak pernah setenggukpun meminum ale itu. Kubuka pintunya, dengan pandangan pertama langsung tertuju pada sebuah meja bundar yang besar dengan beberapa kartu di atasnya. Aneh, suasana yang sepi. Bahkan mungkin lebih banyak pegawai yang sedang membersihkan gelas dengan kain lap daripada pelanggan yang masuk.

"Benvenuto, silahkan pesan disini, maestro." Pegawai yang ramah berkata demikian. Ini adalah kalimat pertamaku saat aku pertama kali memasuki sebuah bar. Ternyata, meleset dari dugaanku yang sebelumnya. 
"Terimakasih tuan, tapi saya kesini untuk mencari seseorang bernama Andrea. Seseorang yang saya temui berkata bahwa saya bisa menemukan orang itu disini, benarkah itu?" Mulutku berkata tanpa berpikir, bahwa masuk ke sebuah bar tanpa memesan sesuatu adalah hal yang tidak sopan. Tapi perkataan, tidak akan bisa kembali. Stupido, ho stupidomente.
"Haha! Itu sangat cepat kawan! Tapi ... memang benar. Andrea sering sekali kesini, mungkin bisa di katakan ini layaknya rumah baginya." Perkataan orang ini, membuatku lebih yakin lagi bahwa masyarakat disini sangat ramah. Dan dengan perkataan demikian orang ini menyulapku untuk menjadi lebih akrab denganya.
 "Oh...begitukah? Menurutmu apakah dia akan kemari pagi ini?" aku berkata sambil melihat sebuah menu makanan di belakang orang ini "Maafkan saya tuan, tapi bolehkah saya memesan makanan seperti yang tergambar di papan itu?" Ku arahkan jari telunjukku sebagai tanda aku sangat tertarik. Harus kuakui, aku sangat lapar. Naik kapal selama 4 jam benar-benar membuatku lapar.
 "Kau ingin menemuinya? Tentu saja kau akan menemuinya, tidak disini, tidak dirumahnya, tapi kau akan bertemu denganya di jalanan. Dia akan melakukan sebuah parade. Tapi mungkin parade itu tidak dibuat olehnya, sebuah perayaan yang jarang sekali, dan cukup menggelitik. Oh! Kau lapar, pemuda? tunggu beberapa menit, dan yakinlah apa yang kau pesan ini, tidak akan pernah kau sesali. Pasta pancetta con verdure akan segera datang ..."
 Jujur saja aku bingung, apa maksud orang ini. Tapi mungkin aku butuh mengistirahatkan pikiranku sejenak, membayangkan daging dengan pasta serta beberapa benda hijau di atasnya membuatku rileks, yang jelas aku punya beberapa pertanyaan untuk orang ini.

"Permisi kawan, ini dia pesananmu. Bon appetito." 
"Grazie, tapi kawan bolehkah aku menanyakan sesuatu?"  
Orang ini sudah menuju kearah dapur, namun berbalik. "Ya, apapun itu teman. Tanyakan tentang apa yang kau belum tau tentang kota ini, makanan terbaik, anggur yang mahal dan-"  
Aku menyela perkataanya. " Ini tentang Andrea, sebenarnya dia adalah saudaraku. Lebih tepatnya adikku. Aku hanya ingin tau, sebenarnya apa yang terjadi denganya? Soal parade dan sebagainya, apa yang terjadi?"
"Hmm seharusnya aku tidak terkejut mendengar hal ini, kau memiliki beberapa kesamaan yang persis denganya. Tapi itu tidak penting ... " Dia memutus pembicaraanya dengan menengguk segelas air, sepertinya dia akan bercerita tentang banyak hal. "Di kota ini terdapat seorang wanita, malaikat, idaman, apapun itu yang menggambarkan keindahan pada dirinya. Laki-laki seantero kota ini memiliki mimpi untuk menjadi suaminya. Bukanya tidak ada yang mencoba melamarnya, untuk menghitung sudah berapa orang yang gagal hanya membuatku lelah, malah kami mengira wanita itu tidak ingin menikah karena terlalu kagum dengan dirinya sendiri. Tapi teman, adikmu telah membuat gempar seluruh kaum laki-laki di kota ini! Hahahaha!" 


-to be continued-

1 comment: